Core Indonesia

06Jun

KOPERASI DESA MERAH PUTIH: PARADOKS GERAKAN EKONOMI RAKYAT

Di balik ambisi pemerintah membangun koperasi desa Merah Putih, muncul pertanyaan mendasar tentang apakah program koperasi ini sejalan dengan ide koperasi Bung Hatta?

Gagasan koperasi yang dibawa oleh Bung Hatta mensyaratkan tujuh prinsip dasar: keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; pengendalian oleh anggota secara demokratis; partisipasi ekonomi anggota; otonom dan independen; kerja sama antarkoperasi; dan kepedulian terhadap masyarakat.

Sejarah panjang ekonomi desa, termasuk kemunduran KUD akibat pendekatan top-down dan seragam, menunjukkan pentingnya strategi yang kontekstual dalam membangun koperasi. Dalam pengembangan koperasi desa Merah Putih, pelajaran ini relevan agar program benar-benar berpijak pada kebutuhan dan partisipasi masyarakat, bukan sekadar kebijakan dari atas.

Baca selengkapnya COREinsight “KOPDES MERAH PUTIH : PARADOKS GERAKAN EKONOMI RAKYAT” dengan klik lampiran di bawah ini

04Jun

Just Energy Transition for Indonesia’s Sustainable Economic Growth: A Study on the Comprehensive Value Chain of the Electric Vehicle Industry

Sinopsis:

Indonesia, endowed with rich reserves of minerals such as copper, nickel, tin, and bauxite, is entering a critical phase in the utilization of its natural resources. The government has implemented policies prohibiting mineral ore exports and promoting domestic processing industries to foster sustainable economic growth. This book presents CORE Indonesia’s study findings from 2023, aiming to enhance policymakers’ capacity in mineral-based downstream industry governance. Its chapters examine the mineral industry governance structure, the connection between upstream mineral sectors and battery-based electric vehicle industries, the potential implementation of electric vehicles across Indonesia’s regions, and the roadmaps for transitioning towards greener energy.

 

Authors:

Mohammad Faisal
Akhmad Akbar Susamto
Muhammad Ishak Razak
Stania Puspawardhani
Rahmi Afzhi Wefielananda
Dzaki Fahd Haekal
Rivan Dwi Aghnitama
Sahaya Aulia Azzahra

Graphic Design and Layout:

Alek Surya Nugraha
Eliza Mardian
Lailatun Nikmah

 

 

21Mei

Tenaga Kerja Muda di Persimpangan Ekonomi Indonesia

Tingginya pengangguran muda di Indonesia bukan sekadar fenomena statistik semata, melainkan juga cerminan masalah struktural dalam pasar tenaga kerja dan ekonomi sektoral nasional.

Lebih dari separuh (52,64%) dari total 7,47 juta penganggur nasional adalah anak muda. Proporsi ini hampir identik dengan angka satu dekade sebelumnya (Agustus 2010), di mana 51,96% penganggur berasal dari kelompok usia yang sama.

Masalah struktural itu semakin nyata jika kita menilik dinamika dua dekade terakhir. Meski jumlah riil pengangguran muda menurun, kecepatannya melambat drastis pasca-2010. Dari 2005 ke 2010, jumlah anak muda yang menganggur terpangkas hingga 42%. Namun sepanjang 2011–2024, penurunannya hanya 9%. Artinya, laju perbaikan pasca-2010 tinggal seperlima dari capaian sebelumnya

Alih-alih menjadi masa percepatan menuju negara maju, bonus demografi sejak 2015 justru diwarnai stagnasi pengangguran muda. Bila tren ini tak berubah, Indonesia berisiko menghadapi paradoks demografi: kehabisan tenaga sebelum mencapai kemakmuran,  getting old before getting rich.

Jika di usia produktif anak muda tidak dapat memperoleh akses pekerjaan yang layak, Indonesia berpotensi ketiban kelompok masyarakat rentan dan miskin yang semakin tinggi. Hilangnya potensi output yang dapat dihasilkan anak muda yang menganggur, jika terakumulasi dalam jangka panjang dapat menyebabkan bencana demografi, dan membuat mesin ekonomi Indonesia kehilangan energi sebelum waktunya.

Baca selengkapnya COREinsight “Tenaga Kerja Muda di Persimpangan Ekonomi Indonesia” dengan klik lampiran di bawah ini

30Apr

Brief Report: Quarterly Economic Review 2025 “Pukulan Ganda Ekonomi RI”

Awal tahun 2025 menunjukkan bahwa tekanan terhadap perekonomian Indonesia belum mereda. Aktivitas konsumsi selama Ramadan dan Lebaran tercatat lebih lesu dibanding tahun sebelumnya, mencerminkan daya beli masyarakat yang terus tergerus. Tren PHK masih terjadi di berbagai sektor, menambah kekhawatiran atas ketahanan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, penyesuaian anggaran juga membuat ruang belanja pemerintah menjadi lebih terbatas.

Dari sisi global, perekonomian Indonesia menghadapi dampak langsung dari kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump, yang memicu ketegangan dagang dan mengganggu rantai pasok global. Bersamaan dengan itu, harga komoditas utama terus melambat, mengurangi potensi penerimaan ekspor dan tekanan terhadap sektor-sektor berbasis sumber daya alam. Pukulan ganda dari dalam dan luar negeri ini menjadi tantangan serius bagi arah kebijakan ekonomi nasional ke depan.

Baca selengkapnya Brief Report CORE Quarterly Economic Review 2025 “Pukulan Ganda Ekonomi RI” di bawah ini

17Apr

Manuver Startegis Indonesia Menghadapi Badai Tarif Resiprokal

“Perdagangan internasional tidak hanya mencakup barang, tetapi juga jasa. Oleh karena itu, penetapan ‘reciprocal tariff’ yang hanya didasarkan pada defisit perdagangan barang, tanpa mempertimbangkan surplus dalam sektor jasa, mencerminkan narasi yang belum sepenuhnya utuh yang dilakukan oleh Trump. Presiden Trump selalu menyoroti sisi defisit neraca perdagangan barang, namun tidak menyinggung surplus yang US peroleh pada perdagangan jasa”

Prof. Dr. Sahara, SP, M.Si (Research Associate CORE Indonesia)

27Mar

AWAS ANOMALI KONSUMSI JELANG LEBARAN 2025!

Menjelang lebaran 2025, kelompok rumah tangga kelas menengah ke bawah semakin terimpit oleh carut marut ekonomi domestik. Carut marut di awal tahun 2025 ini secara khusus membawa getah kepada rumah tangga kelompok menengah ke bawah. 

Gejala anomali konsumsi rumah tangga menjelang lebaran tertangkap dari tren deflasi pada awal tahun 2025. BPS kembali mencatat deflasi pada Februari 2025, baik secara tahunan (-0,09%), bulanan (-0,48%) maupun year to date (-1,24%). 

Jika pelemahan daya beli masyarakat pada Ramadhan dan jelang lebaran 2025 dibiarkan terus menerus, bisa jadi akan menggerus kinerja ekonomi domestik dan menurunkan kualitas hidup masyarakat. Rendahnya pendapatan, secara sosial, juga dapat memicu konflik horizontal di tengah tekanan kebutuhan ekonomi yang semakin mahal.

Baca selengkapnya CORE Insight “Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025!” dengan klik lampiran di bawah ini

18Mar

Dampak Potensi Adopsi Standar Emisi EURO 5-6 pada Aspek Ekonomi dan Sosial di Indonesia

Penggunaan BBM di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam penerapan standar Euro 4-6. Sementara standar emisi yang lebih ketat berpotensi meningkatkan harga BBM dan biaya produksi kendaraan, dampaknya terhadap inflasi dan industri otomotif menjadi perhatian serius.

Baca selengkapnya pemaparan Direktur Riset Makroekonomi, Kebijakan Fiskal dan Moneter CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, Pd.D. tentang Dampak Potensial Adopsi Standar Emisi EURO 5-6 pada Aspek Ekonomi dan Sosial di Indonesia di bawah ini

11Mar

Pertaruhan Pemerintah pada DANANTARA

Salah satu alasan pembentukan Danantara, mengacu di UU nomor 1 Tahun 2025 adalah karena ‘pelaksanaan peran BUMN dalam perekonomian nasional sudah tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi saat ini dan ke depan, sehingga dibutuhkan pengelolaan BUMN yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan….’

Dengan pertimbangan tersebut, Danantara akan diberi wewenang untuk mengelola kekayaan negara berupa aset-aset BUMN, dividen BUMN, dan dana re-alokasi anggaran APBN. Total dana investasi Danantara diperkirakan bisa mencapai lebih dari Rp 14.000 triliun atau kurang lebih sebesar 60% PDB Indonesia pada 2024.

Pertanyaan kuncinya: apakah badan ini akan mampu mendorong investasi untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan? Seberapa jauh lembaga ini akan berhasil mengelola tantangan ekonomi global dan politik dalam negeri? Apa saja syarat agar lembaga ini berhasil?

Baca selengkapnya CORE Insight “Pertaruhan Pemerintah pada DANANTARA” dengan klik lampiran di bawah ini

09Sep

Industrial Policy in Indonesia: A Global Value Chain Perspective

The gains of a country participation in global value chain are influenced, among others, by industrial policies, and an understanding of both policy leverage and risks is imperative.

This paper traces the evolution of industrial policies in Indonesia from a global value chain (GVC) perspective. Using the mineral sector as a mini case study, the paper assesses the Indonesian Government’s recent effort to boost domestic value addition in the sector. It argues that the effectiveness of government policies in maximizing the gains from GVC participation depends not only on policy design, but also on policy consistency and coherence, effective implementation, and coordination.

You can download it from this link http://www.adb.org/publications/industrial-policy-indonesia-global-value-chain-perspective

09Sep

Mendobrak Inersia Pemulihan Ekonomi

CORE Policy Review Edisi April mengangkat tema ‘Mendobrak Inersia Pemulihan Ekonomi’ Tahun 2021 digadang-gadang menjadi tahun pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah menargetkan ekonomi tumbuh hingga mencapai 5%. Selama tiga bulan pertama tahun ini, beberapa indikator makro, seperti kinerja ekspor-impor dan industri manufaktur, sudah menunjukkan perbaikan. Sayangnya, beberapa indikator lain khususnya yang terkait dengan tingkat konsumsi serta kinerja sektor pariwisata, masih belum begitu menggembirakan, padahal mobilitas orang dan kendaraan sudah mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan periode-periode awal pandemi tahun lalu.

Untuk mengetahui analisanya, silahkan unduh kajian nya dengan cara klik “Attachment” di bawah