Core Indonesia

22Sep

Pernyataan Sikap 3 Think Tank Ekonomi “Indonesia di Persimpangan: Ketimpangan, Reformasi Fiskal, dan Masa Depan Ekonomi”

CORE Indonesia, INDEF dan The Prakarsa mendesak pemerintah bersama dengan DPR segera
mengatasi kondisi genting saat ini dengan poin-poin berikut:

  1. Keadilan Fiskal dan Transparansi Anggaran
    ● Moratorium penambahan beban pajak masyarakat seperti PPN dan PBB di tengah kondisi daya beli yang melemah, khususnya di kalangan menengah-bawah.
    ● Segera terapkan pajak kekayaan kepada kelompok super kaya sebagai bentuk redistribusi dan penurunan ketimpangan sosial ekonomi
    ● Revisi kebijakan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang memicu lonjakan pajak dan retribusi daerah
    ● Terapkan participatory budgeting dengan melibatkan masyarakat, termasuk kelompok rentan dalam proses perencanaan anggaran.
  2. Rebalancing Prioritas Belanja Negara
    ● Realokasi anggaran belanja tidak produktif (termasuk penambahan insentif bagi pejabat pemerintah, anggota DPR dan belanja militer) menuju penguatan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.
    ● Evaluasi kenaikan anggaran pertahanan 35% (Rp335,2 triliun) untuk diprioritaskan pada pendidikan, kesehatan, dan riset. Adapun pemenuhan amanat konstitusi 20% anggaran pendidikan perlu disertai prioritas pada peningkatan kualitas pendidikan dan perbaikan kesejahteraan guru.
    ● Efisiensi anggaran diarahkan untuk stimulasi konsumsi dalam negeri dan penciptaan lapangan kerja berkualitas, bukan sekadar penghematan.
    ● Segera berikan bansos tunai kepada warga miskin dan tidak mampu dengan cara realokasi dari anggaran Koperasi Merah Putih dan MBG.
  3. Perlindungan Komprehensif Pekerja dan Masyarakat Terdampak Aktivitas Bisnis
    ● Pengembangan kerangka decent work yang menjamin upah dan jam kerja layak, serta keselamatan kerja.
    ● Pembentukan regulasi setingkat UU untuk Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja Platform Digital dengan skema tripartit (pemerintah-perusahaan platformpekerja).
    ● Integrasi yang lebih luas para pekerja ke dalam skema BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, termasuk 4,6 juta pekerja platform digital, dengan mekanisme kontribusi yang proporsional.
    ● Jalankan program Padat Karya Tunai secara masif secara nasional yang menyasar angkatan kerja muda, angkatan kerja yang ter-PHK dan kelompok pengangguran lainnya.
    ● Akselerasi kepastian hukum yang mengintegrasikan standar bisnis, HAM, dan lingkungan, untuk menciptakan investasi yang menjamin perlindungan hak masyarakat dan kelestarian ekologis demi pertumbuhan ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan.
  4. Transformasi Ekonomi dan Revitalisasi Sektor Riil
    ● Stimulasi sektor riil guna menciptakan lapangan kerja formal dan layak serta mengurangi dominasi ekonomi informal yang rentan.
    ● Akselerasi transisi 59% pekerja informal ke sektor formal melalui kemudahan regulasi dan insentif fiskal.
    ● Koreksi arah kebijakan ekonomi dari sentralistik menuju ekonomi kerakyatan dan demokratis.
    ● Realokasi investasi dari sektor ekstraktif yang merusak lingkungan menuju industri berkelanjutan yang mengungkit pertumbuhan jangka panjang.
  5. Akuntabilitas dan Transparansi Kebijakan
    ● Membangun kepercayaan publik melalui transparansi kebijakan fiskal dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
    ● Evaluasi menyeluruh RAPBN 2026 dengan melibatkan partisipasi publik untuk memastikan alokasi anggaran berpihak pada kesejahteraan rakyat.

Kami menekankan bahwa stabilitas sosial-ekonomi hanya dapat tercapai melalui kebijakan fiskal yang responsif dan berkeadilan. Pemerintah harus memahami bahwa investasi pada kesejahteraan rakyat, bukan pada aparatur koersif, adalah kunci pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Republik ini membutuhkan kepemimpinan yang berani mentransformasi prioritas anggaran, dari logika koersif menuju investasi produktif berkelanjutan, karena hanya dengan fondasi ekonomi yang berkeadilan, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita kemakmuran bersama yang merupakan hakikat sejati sebuah republik.

Jakarta, 1 September 2025
CORE Indonesia – INDEF – The Prakarsa

21Mei

Tenaga Kerja Muda di Persimpangan Ekonomi Indonesia

Tingginya pengangguran muda di Indonesia bukan sekadar fenomena statistik semata, melainkan juga cerminan masalah struktural dalam pasar tenaga kerja dan ekonomi sektoral nasional.

Lebih dari separuh (52,64%) dari total 7,47 juta penganggur nasional adalah anak muda. Proporsi ini hampir identik dengan angka satu dekade sebelumnya (Agustus 2010), di mana 51,96% penganggur berasal dari kelompok usia yang sama.

Masalah struktural itu semakin nyata jika kita menilik dinamika dua dekade terakhir. Meski jumlah riil pengangguran muda menurun, kecepatannya melambat drastis pasca-2010. Dari 2005 ke 2010, jumlah anak muda yang menganggur terpangkas hingga 42%. Namun sepanjang 2011–2024, penurunannya hanya 9%. Artinya, laju perbaikan pasca-2010 tinggal seperlima dari capaian sebelumnya

Alih-alih menjadi masa percepatan menuju negara maju, bonus demografi sejak 2015 justru diwarnai stagnasi pengangguran muda. Bila tren ini tak berubah, Indonesia berisiko menghadapi paradoks demografi: kehabisan tenaga sebelum mencapai kemakmuran,  getting old before getting rich.

Jika di usia produktif anak muda tidak dapat memperoleh akses pekerjaan yang layak, Indonesia berpotensi ketiban kelompok masyarakat rentan dan miskin yang semakin tinggi. Hilangnya potensi output yang dapat dihasilkan anak muda yang menganggur, jika terakumulasi dalam jangka panjang dapat menyebabkan bencana demografi, dan membuat mesin ekonomi Indonesia kehilangan energi sebelum waktunya.

Baca selengkapnya COREinsight “Tenaga Kerja Muda di Persimpangan Ekonomi Indonesia” dengan klik lampiran di bawah ini